Domba Garut, Atraksi Adu Ketangkasan Tradisi Daerah

Date:

Domba Garut, juga dikenal dengan nama domba lokal atau domba priangan, adalah jenis domba yang berasal dari daerah Garut, Jawa Barat, Indonesia. Domba ini telah dipelihara oleh masyarakat sejak zaman dahulu karena daging dan kulitnya yang berkualitas.

Beberapa ciri khas dari Domba Garut antara lain:

  1. Ukuran tubuh: Domba Garut memiliki tubuh yang kecil hingga sedang, dengan berat antara 25-45 kg.
  2. Bulu: Bulu domba Garut berwarna putih atau hitam dengan tekstur yang lembut.
  3. Sifat: Domba Garut dikenal sebagai domba yang tenang, tahan terhadap penyakit, dan mudah dipelihara.
  4. Pemakan: Domba Garut adalah hewan pemakan tumbuhan, seperti rumput dan daun.
  5. Penghasil wol: Wol dari domba Garut termasuk berkualitas dengan serat yang halus dan berwarna putih atau hitam.

Domba Garut sangat populer di Indonesia dan sering dipelihara oleh peternak untuk diambil dagingnya, diolah menjadi kerajinan tangan, atau digunakan sebagai hewan penghasil wol. Domba Garut juga dianggap sebagai simbol kemakmuran dan kesejahteraan oleh masyarakat setempat.

Adu Domba

Adu Domba Garut Bukan hanya untuk sekedar hiburan, pertunjukan adu domba tersebut kini sudah menjadi salah satu seni, tradisi dan budaya bagi masyarakat Garut dari berbagai kalangan.

Banyak pecinta domba dari berbagai daerah hadir ke Garut untuk menguji ketangkasan domba-domba mereka ada juga sekedar menonton pertunjukan tersebut, tentunya di samping seru dan menegangkan, dapat menciptakan silaturahmi antar sesama pecinta domba. Merupakan adu domba yang bermanfaat bukan.

SEJARAH ADU DOMBA GARUT

Domba Garut, Atraksi Adu Ketangkasan Tradisi Daerah
Arena Adu Domba Garut

Sejarah adu domba di Garut terbilang sudah cukup lama. Salah satu perintis dari seni tradisi ini ialah Bupati Suryakanta Legawa. Sekitar tahun 1815-1829, ia bersama Haji Saleh, sahabatnya sesama pecinta domba menjodohkan domba jantan miliknya yang bernama Si Dewa Si Lenjang dengan domba betina milik Haji Saleh yang bernama Lenjang. Dari perkawinan ini beranak Si Toblo, yang kemudian beranak-pinak menghasilkan keturunan domba Garut terbesar yang kini banyak dijadikan aduan.

KRITERIA DOMBA GARUT UNTUK LOMBA

Sebagai domba aduan, tentunya berbeda dengan domba pada umumnya. Domba Garut secara fisik memiliki postur tubuh yang lebih besar dan tegap, kakinya lebih tangkas dan tampilannya lebih menarik, memiliki tanduk mewah baplang melingkar, serta berbulu lebat dan rapi. Untuk mendapatkan kriteria tersebut domba aduan Garut memiliki perawatan secara khusus di samping harus dilatih secara rutin agar memiliki mental domba petarung. Hal itu sesuai dengan moto dari domba Garut yakni Tandang di Lapang, Gandang di Lapang, Indah Dipandang serta Enak Dipanggang.

Bobot domba Garut yang ideal sekitar 25-80 kilogram. Bobot tersebut mengacu pada kelas-kelas yang ada pada pertandingan domba Garut: kelas A memiliki bobot sekitar 60 – 80 kilogram, kelas B memiliki bobot 40 – 59 kilogram, terakhir kelas C memiliki rentang bobot sekitar 25 – 39 kilogram. Untuk mendapatkan bobot ideal tersebut maka domba harus diberi makanan yang bergizi seperti rumput segar dan makanan khusus seperti daun lamtoro, rumput gajah, daun pisang, bekatul, ampas tahu, serta daun jagung. Selain itu untuk meningkatkan staminanya pada saat berlaga, domba Garut juga harus diberikan suplemen tambahan.

Dengan perawatan yang khusus dan banyak tersebut maka tak heran manakala harga domba aduan Garut dikenal cukup mahal, terlebih apabila sang domba tersebut merupakan domba juara. Biasanya domba aduan yang telah memenangkan suatu perlombaan, harga domba garut mejadi semakin tinggi, hal ini karena mental dan fisiknya sudah teruji, juga cocok dijadikan sebagai domba pembibitan.

TATA CARA ATURAN LOMBA DAN PENILAIAN

Meskipun tema kesenian tersebut berlabel ‘aduan’ namun dalam pelaksanaannya tetap menggunakan aturan. Hal ini untuk menjaga keselamatan domba dan menghindari domba dari kecacatan apalagi kematian.  Oleh karenanya dalam perlombaan adu domba terdapat Dewan Hakim, Dewan Juri, dan Wasit untuk menjaga tata tertib aturan pertandingan. Bahkan semenjak berdirinya himpunan Peternak Domba Garut Kambing Indonesia (HPDKI) istilah “adu” dalam pertandingan domba dihilangkan karena sering kali istilah tersebut mengasosiasikan pada permainan judi.

Untuk menjaga keselamatan domba, maka pukulan-pukulannya atau istilah khasnya dinamakan kretekan dibatasi menurut pembagian kelasnya masing-masing, umpamanya kelas A sebanyak 25 pukulan, kelas B sebanyak 20 pukulan dan kelas C sebanyak 15 pukulan. 

Adapun penilaian pertandingan mengacu pada tiga aspek, yakni pukulan, gaya bertanding, ketangkasan dalam bertanding, keindahan fisik, kelincahan dan stamina. Untuk kesehatan, nilai maksimal 10 poin, kemudian adeg-adeg atau performance domba, nilai maksimalnya 25 poin. Kriteria itu, dilihat saat domba melancarkan pukulan atau tandukan, kemudian cara mundur hingga setelah domba beradu tanduk.  Penilaian terakhir yakni soal keberanian domba saat diadu yang memiliki nilai 10 poin. Dengan lima kriteria di atas, maksimal nilai yang diberikan adalah 100 poin. Selain juara, ada juga kriteria favorit tempur. Untuk mendapatkan kriteria ini, domba Garut minimal harus mengantongi tiga penilaian yakni teknik bertanding, teknik pukulan serta keberanian di luar juara. 

EUFORIA PERTANDINGAN ADU DOMBA GARUT

Sebagai ajang pertandingan dan kesenian, antusias para peserta lomba juga sangat tinggi. Tidak hanya dombanya yang dihias, para pemilik domba dan timnya juga ikut menghias diri.  Dengan menggunakan setelan baju pangsi berwarna serba hitam, plus atribut ikat kepala, para pemilik domba tampak antusias menyemangati domba jagoannya. Selain itu, selama aduan berlangsung, para penonton termasuk pendukung atau bobotoh yang hadir turut menyemangati dengan tabuhan gamelan dan alat kesenian tradisional degung yang dipandu para nayaga podium. Sesekali para juri dan pemandu acara menyemangati penonton, agar acara lebih hidup.

Share post:

More like this
Related