Disleksia: Penyebab, Gejala dan Solusi

Date:

Disleksia adalah gangguan belajar yang mempengaruhi kemampuan Anda untuk membaca, mengeja, menulis, dan berbicara. Anak-anak yang memilikinya seringkali cerdas dan pekerja keras, tetapi mereka kesulitan menghubungkan huruf-huruf yang mereka lihat dengan suara yang dibuat huruf-huruf itu.

Manusia lahir dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Bahkan seorang yang memiliki banyak kekurangan secara finansial juga pasti akan memiliki kelebihan yang bisa dibanggakan oleh semua orang. Namun tidak jarang pula ada manusia yang lahir dengan keadaan yang sangat spesial. Meskipun bagi sebagian orang keadaan spesial itu tergolong kekurangan karena membuat kita berbeda dengan yang lain.

Kekurangan itu bisa tergolong secara mental maupun fisik. Bahkan kekurangan itu memiliki banyak jenis dan ragamnya. Salah satu jenis kekurangan itu adalah Disleksia, jenis ini membuat orang yang memilikinya tidak bisa mengucapkan kata dan kalimat dengan baik. Sehingga terkadang orang yang mengalaminya akan sulit dalam berbicara di depan umum.

Meski terkesan tidak bisa bicara dengan baik, orang yang mengalami gejala disleksia tetap memiliki tingkat kecerdasan normal. Sehingga mereka masih bisa berpikir dengan baik, bahkan akan tergolong cukup pintar jika proses belajarnya tidak memiliki kendala. Lantas jika demikian apa saja penyebab dan solusi atas penyakit Disleksia?

PENYEBAB DISLEKSIA

Hingga sekarang masih belum ada dugaan pasti mengenai penyebab penyakit ini. Namun banyak dugaan yang membuat seseorang mengalaminya, sehingga bisa jadi beberapa dugaan inilah yang membuat seseorang mengalami gangguan dalam berbicara. Beberapa gejala berikut, berdasarkan contoh kasus disleksia yang sering terjadi di masyarakat.

  1. Faktor keturunan menjadi salah satu dugaan kasus yang cukup tinggi di Indonesia. Apabila seorang anak mengalami disleksia, maka bisa jadi salah satu anggota keluarganya juga memiliki riwayat penyakit yang sama.
  2. Faktor lahir prematur menduduki angka kedua setelah faktor keturunan. Di beberapa kasus, seorang anak akan mengalami disleksia apabila lahir di usia kandungan yang belum tepat.
  3. Faktor obat-obat terlarang. Faktor ini terjadi apabila seseorang mengonsumsi obat terlarang yang tergolong jenis narkoba. Pada umumnya orang yang mengonsumsi obat sejenis ini dengan dosis yang sangat tinggi, akan mengakibatkan gangguan syaraf secara permanen. Salah satunya adalah yang mengalami penyakit ini.

GEJALA

Gejala disleksia pada seseorang sangat beragam. Tergantung usia dan jenjang pendidikan orang tersebut. Apabila pengidap adalah seorang anak kecil maka ada beberapa gejala yang terjadi seperti kesulitan mengeja, kesulitan menghafal warna dan lain-lain. Berikut pula jika hal ini terjadi di anak usia remaja, maka pada umumnya tidak akan bisa melafalkan kata dan kalimat yang memiliki idiom atau persamaan bunyi.

Sehingga dalam pelafalannya akan sedikit terbolak-balik, atau bahkan mengalami kesulitan yang sangat mudah diidentifikasi. Bahkan untuk anak usia remaja hingga dewasa tergolong memiliki kesamaan gejala. Kalian yang memiliki sanak saudara atau bahkan teman dekat yang memiliki gejala disleksia, mungkin bisa langsung mengkonsultasikannya ke dokter. Lantas kapan waktu yang tepat untuk pergi ke dokter?

Baca Juga : Bipolar: Gejala, Tanda dan Cara Penanganannya

PERGI KE DOKTER SPESIALIS

Disarankan untuk segera pergi ke dokter spesialis disleksia segera. Sebab dokter juga perlu melakukan beberapa tes, sebelum memvonis seseorang mengalami gangguan disleksia atau tidak. Pada umumnya dokter akan menyingkirkan dulu beberapa kemungkinan, bahwa orang tersebut mengalami gangguan berpikir dan berbicara dari faktor lain. Sehingga mereka juga perlu melakukan penelitian yang cukup mendalam.

Bahkan untuk lebih lanjut dan aman, seorang dokter akan menguji secara psikologis terlebih dahulu sebelum menentukan disleksia jenis apa dan hal-hal apa saja yang bisa dijadikan solusi bagi pasien. Dokter juga akan melakukan beberapa wawancara pada anggota keluarga yang lain terkait disleksia yang dialami si pasien dan riwayat hidup seperti apa yang dijalani olehnya.

SOLUSI

Ada beberapa solusi yang bisa membuat seorang pengidap menjadi sembuh. Meskipun tidak langsung hilang, namun paling tidak akan berkurang seiring berjalannya waktu. Salah satu solusi untuk pengidap disleksia adalah dengan membaca dengan suara lantang. Cara ini membuat pengidapnya terbiasa melafalkan huruf dengan lebih tegas dan jelas.

Selain itu pengidap disleksia juga bisa belajar memahami kosakata baru dan mencoba menyusun kalimat dengan baik. Tujuannya agar tulisan dan pengucapan bisa seimbang dan lebih baik. Selain itu bertujuan agar bisa memahami istilah dan idiom yang sering digunakan dalam percakapan sehari-hari.

Selain penanganan pribadi, pengidap disleksia juga perlu melakukan pemeriksaan yang sangat rutin ke dokter. Agar bisa melihat perkembangan syaraf dan juga bisa melihat perubahan dari dalam tubuh. Dokter juga bisa memberikan saran secara medis terkait penanganan yang tepat pada para pengidap disleksia. Sehingga tidak ada kasus salah penanganan dan membuat pengidap disleksia menjadi lebih parah.

Baca Juga : Self Harm, Penyakit Mental yang Harus Cepat Diatasi

SIKAP

Pada umumnya pengidap disleksia akan bisa langsung diidentifikasi karena mengalami gangguan berbicara yang cukup terlihat jelas. Sehingga lingkung pengidap penyakit ini harus cukup kondusif. Sebab salah satu serangan pertama yang akan diterima pengidap penyakit ini adalah mental. Biasanya teman sebaya akan melakukan bullying yang berlebihan pada para pengidap penyakit ini.

Sehingga mereka akan lebih minder, tidak percaya diri, dan sangat tertutup. Itu pula yang membuat mereka tidak memiliki teman di lingkungan sekolah. Padahal setiap siswa memiliki hak dan kewajiban yang sama. Tanpa harus membeda-bedakan status sosial, ras, termasuk dengan mental dan kejiwaan.

Untuk lebih amannya, seorang anak yang mengalami penyakit ini sejak dini, bisa langsung masuk ke sebuah lembaga sekolah khusus. Tujuannya agar bisa mendapat penanganan dari tangan-tangan ahli dan menciptakan lingkungan berteman yang kondusif. Namun apabila pengidapnya telah terlanjur remaja, maka mungkin bisa mendapat pengawasan yang cukup intens dari pihak sekolah. Sejatinya para pengidap disleksia adalah manusia, dan semua manusia juga berhak bahagia dan memiliki kesempatan yang sama.

Share post:

More like this
Related