Majelis Hakim menjatuhkan vonis kepada Teddy Minahasa dengan pidana penjara seumur hidup karena dinilai telah terbukti melakukan tindak pidana menawarkan untuk dijual, menjual menjadi perantara dalam jual beli, menukar dan menyerahkan Narkotika Golongan I bukan tanaman yang beratnya lebih dari 5 gram.
Dosen Hukum Pidana Universitas Trisakti Azmi Syahputra menilai, semestinya jika Hakim melihat fakta-fakta secara cermat dan lebih hati-hati dalam perkara Teddy Minahasa sepanjang persidangan dimana diketahui banyak hal dominan ditemukan fakta bahwa perbuatan pelaku dikategorikan sebagai kejahatan sistematis.
Selain itu, kata Azmi, ditemukan banyak faktor pemberat karenanya Teddy Minahasa lebih tepat di jatuhkan hukuman mati.
“Sayang sekali Hakim kurang cermat dalam memperhatikan aspek-aspek kasuistik dalam perkara ini terkait putusannya,” katanya saat dihubungi, Selasa (9/5/2023) malam.
Azmi menyebut, ini harus jadi point penting bagi hakim mengingat Teddy Minahasa berpangkat Jenderal, pimpinan penegakan hukum tertinggi di wilayahnya Kapolda Sumatera Barat, dilakukan dengan sengaja pula.
“Ironisnya lagi, kewenangannya sebagai pejabat yang sedang menjalankan tugas di jadikan modus termasuk disalahgunakan untuk bertransaksi narkoba,” tegasnya.
Teddy Minahasa, bebernya, memperoleh keuntungan bahkan tidak mengakui perbuatannya dan berbelit-belit dan menyangkal saat memberikan keterangan di persidangan bahkan perbuatan terdakwa nyata mencoreng nama baik instiusi kepolisian.
“Sehingga dengan melihat segala aspek tersebut bahwa perbuatan pelaku adalah bentuk nyata kejahatan yang sistematik,” ungkapnya.
Maka, lanjutnya, dalam hukum pidana penangulangan kejahatan yang bersifat sistematik harus dikenakan hukuman mati.
“Kejahatan yang sudah sistemik dapat dimusnahkan dengan hukuman mati (asas crimina morte extinguuntur),” tegas Azmi.
Terlepas dari alasan kewenangan adanya kemerdekaan hakim dalam membuat lamanya pidana (sentencing), putusan ini jadi preseden yang kurang baik (tidak edukatif) dan dirasakan kurang adil karena putusan ini kurang bermanfaat.
“Tidak dapat dijadikan barometer di kemudian hari jika seorang pimpinan pejabat tinggi hukum terlibat transaksi narkoba yang sistematis hukumannnya juga masih bisa diterapkan tidak maksimal oleh hakim, ujarnya.
“Jadi dapat dikatakan putusan ini kurang dapat mencegah bagi pejabat petinggi hukum agar tidak melakukan perbuatan transaksi narkoba tersebut kembali di masa akan datang,” tutup Azmi.